Kamis, 16 Desember 2010

Buku "Catatan Seorang Guru"



Catatan Seorang Guru
Oleh: Agus Safari, S. Pd

Sampul depan     : Ketik Manual (Asri, 2010)
Editor                     : A. Syaiful Ulya
Penata letak         : Taufiq Wr. Hidayat

Penerbit                 : Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Politik Lokal
  Banyuwangi (LK2P2L)
  Jln. Ikan Hiu 46 Banyuwangi 081 336 344 744


 
Cetakan                 : Pertama, Desember 2010





Dapatkan bukunya di kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Banyuwangi. 
Atau dapat menghubungi alamat e-mail dan blog. Hp: 081 336 344 744

Rabu, 08 Desember 2010

Kerangka Teknis Pendidikan Karakter Bangsa


Oleh: Agus Safari, S. Pd



Generasi muda dan pelajar dewasa ini, sudah tidak lagi gandrung terhadap karakter budaya bangsa. Dapat kita maklumi, karena persoalan ini tidak terlepas dari arus globalisasi yang dahsyat, terutama di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Pihak-pihak terkait, seperti guru, orang tua, dan masyarakat umumnya merasa prihatin terhadap persoalan ini. Guru dan orang tua seolah-olah sudah kehilangan “akal” untuk mengatasi persoalan tersebut. Kenakalan remaja seperti pergaulan bebas, narkoba, ugal-ugalan di jalan raya, dll. mengakibatkan kerugian moral dan material yang cukup menyedihkan. Sarana-sarana pendidikan formal yang bertujuan membentuk kepribadian anak didik, merasa tidak lagi menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan itu. Mengatasi hal ini, harus dimulai dari peran aktif orang tua dan guru di sekolah. Keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat membuka peluang untuk mengecilkan dampak negatif dari degradasi moral generasi muda terhadap nilai-nilai kebangsaan yang luhur.

Dalam membangun karakter bangsa yang ideal, maka konsepsi ini adalah sesuatu yang mendasar. Dapat dimaknai bahwa seorang pemuda/pelajar haruslah konsekuen untuk mewujudkan apa yang telah diucapkan. Kristalisasi dari ungkapan itu adalah perlunya pribadi memiliki sifat "bawa laksana". Dalam filsafat Jawa, seseorang harus memiliki sifat "bawa laksana" di samping sifat-sifat baik lain dari kebudayaan nusantara. Ini tercermin dari ungkapan yang sering diucapkan Dalang dalam setiap lakon wayang, yang berbunyi: "dene utamaning nata, berbudi bawa laksana" (sifat utama bagi seseorang adalah bermurah hati dan teguh memegang janji). Sifat 'bawa laksana' dianggap mempunyai nilai yang sangat tinggi, sehingga ia harus dimenangkan apabila terjadi benturan dengan nilai-nilai lain yang negatif. Etika 'bawa laksana' mengandung nilai yang bersifat universal. Di mana pun dan kapan pun juga, sikap tersebut pasti diakui mengandung nilai filsafat yang baik dan perlu dipegang teguh oleh semua orang. Bercermin pada nilai-nilai luhur bangsa dengan nuansa ikhlas bakti bina bangsa dan berbudi ‘bawa laksana’, agaknya dapat dijadikan pengobat kegelisahan kita. Dunia pendidikan selayaknya menjadi pelopor perlunya merekatkan kembali nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme sebagai pondasi dasar membangun karakter bangsa, yang dalam istilah Ir. Soekarno, nasionalism caracter building yang dibangun dari kebudayaan nusantara, dan telah dirumuskan dalam Pancasila sebagai dasar kehidupan bangsa.

Tim Pengembang Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidikan, yang merupakan bagian dari program 100 hari Bupati Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, yang telah dilantik oleh Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Drs. Sulihtiyono, MM, M.Pd (Radar Banyuwangi, 7 Desember 2010), perlu mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat Banyuwangi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan memasukkan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa dalam tiap-tiap satuan mata pelajaran di sekolah. Gagasan cemerlang yang dicetuskan oleh seorang tokoh dan pengawas pendidikan Banyuwangi itu, H. Masykur Ali, seharusnyalah mendapatkan respon positif dari semua pihak. Ini tak lain adalah untuk membentuk sebuah kerangka teknis di dalam mentransfer nilai-nilai luhur bangsa terhadap para peserta didik. Selama ini, tutor-tutor yang dibiayai oleh APBN yang bertugas untuk mengembangkan kurikulum di dalam dunia pendidikan dirasa kurang maksimal memberikan fungsi dan perannya. Sehingga dengan terbentuknya Tim Pengembang Kurukulum dan Peningkatan Mutu Pendidikan ini, akan mampu memaksimalkan kualitas kurikulum dan mutu pendidikan di Banyuwangi.

Salah satu hal terpenting untuk dilakukan dalam dunia pendidikan di Banyuwangi adalah adanya wujud kepedulian seluruh warga sekolah, yakni murid, guru, orang tua dan masyarakat terhadap kualitas pendidikan dan peserta didik. Hal ini merupakan respon positif terhadap dibentuknya Tim Pengembang Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidikan yang telah dilantik baru-baru ini. Terbentuknya tim tersebut merupakan bentuk kepedulian guru, aktivis, dan tokoh pendidikan terhadap nilai-nilai pendidikan yang berkarakter di Banyuwangi.

Pendidikan berkarakter adalah bentuk transformasi positif terhadap para peserta didik untuk menghayati nilai-nilai kebangsaan. Di dalamnya termasuk penyesuaian terhadap perubahan jaman. Diharapkan guru dan warga sekolah dalam membentuk karakter pelajar diawali dari pintu gerbang masuk sekolah. Misalnya; anak yang tidak memakai atribut sekolah secara lengkap, baju yang tidak dirapikan, dan pelbagai hal yang tidak sesuai dengan ketentuan sekolah harus sudah dilakukan teguran oleh guru sejak di pintu gerbang sekolah itu. Ini artinya, guru memberikan perhatian yang maksimal bagi murid-muridnya untuk memberikan pendidikan karakter sejak awal dari tingkah laku dan sikap murid. Sikap dan tingkah laku murid yang menyimpang tidak dibiarkan tanpa teguran dan peringatan. Sebab, jika tingkah laku yang menyimpang itu dibiarkan akan berdampak pada buruknya karakter murid di mana ia tidak memahami secara mendalam arti dari suatu sikap yang baik. Di sinilah kunci penting dalam menyukseskan pendidikan berkarakter di dalam tiap-tiap satuan mata pelajaran.

Tim Pengembang Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidikan diharapkan dapat memberikan suatu upaya teknis demi mewujudkan nilai-nilai luhur ke dalam sistem pendidikan di Banyuwangi. Di samping itu pula, tim tersebut diharap bisa melakukan pemantauan terhadap segenap aktivitas pendidikan di Banyuwangi guna mencapai pada mutu dan kualitas yang maksimal serta dirasakan oleh masyarakat. Pendidikan karakter akan mengalami kesulitan apabila fasilitas dan sarana pendidikan di Banyuwangi tidak menunjang. Sehingga pengawalan secara kritis dan upaya peningkatan mutu pendidikan benar-benar harus menjadi perhatian yang utama.

Pendidikan berkarakter ini akan mentransfer nilai-nilai luhur bangsa, agar pelajar memahami jati diri kebangsannya. Pelajar tidak hanya mengejar nilai prestasi, tetapi ia juga harus memiliki sikap pribadi yang mencerminkan keluhuran bangsanya. Nilai-nilai karakter bangsa itu, di antaranya adalah rasa menghargai sesama, pluralisme, kerukunan, kemanusiaan, persaudaraan, keramah tamahan dan lain-lain yang telah lama menjadi sikap hidup bangsa kita.

Kita berharap, Tim Pengembang Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidikan yang telah digagas oleh tokoh pendidikan, H. Masykur Ali dan telah resmi dilantik oleh Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi itu, nantinya akan mengobati kegelisahan para orang tua di dalam mendidik dan membentuk pribadi anak-anaknya. Ke depan, Tim Pengembang Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidikan ini diharapkan pula menjadi badan yang mengawal kualitas pendidikan di Banyuwangi guna mempermudah proses transformasi nilai-nilai kebangsaan kita. Semoga.

Banyuwangi, 2010

Penulis adalah guru SMP Negeri 4 Banyuwangi

Sekilas Biografi Agus Safari, S. Pd


Agus Safari lahir pada 5 Mei 1969 di Lingkungan Singomayan, Kelurahan Singonegaran, Banyuwangi. Ia terlahir dari pasangan Moh. Kahfi dan Sapiyah. Ayahnya adalah seorang pensiunan prajurit TNI AD yang bertugas di Batalyon 510 Macan Putih, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Agus adalah anak kedelapan dari sembilan bersaudara.
Agus menjalani pendidikannya mulai di bangku SD Negeri 3 Singonegaran, kemudian melanjutkan SMP dan SMA Islam Al-Khairiyah, Banyuwangi. Pada usia 9 tahun, Agus sudah ditinggalkan ayahnya yang meninggal pada usia 65 tahun, disusul setahun kemudian, ibunya meninggal dunia. Kondisi ini memaksa Agus untuk berupaya keras membiayai kebutuhan pendidikannya dengan berjualan pisang goreng keliling kampung. Di usia SMP, Agus ikut orang lain untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, hal ini dilakukan untuk membiayai kebutuhan hidup dan sekolahnya. Hingga menginjak SMA, Agus menjalani pekerjaan sebagai “pembantu umum” di SD Islam Al-Khairiyah. Sejak itulah, Agus mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan. Sebagai pembantu umum, Agus harus melakukan aktivitasnya tiap pagi, bangun subuh dan membersihkan halaman-ruangan kantor dan kelas. Pekerjaan ini dijalaninya untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya di SMA.
Lulus dari SMA (1987-1988), Agus Safari merantau selama empat tahun di Jakarta sebagai kenek (kernet) sebuah bus kota yang disebut PPD (Perusahaan Penumpang Djakarta) dengan trayek Rawamangun-Blok M. Selama empat tahun itulah, Agus ditempa kehidupan yang keras di jalanan dan menghabiskan malam-malamnya di terminal Rawamangun, Jakarta. Sepulang dari merantau di Jakarta (1992), Agus memutuskan diri untuk pulang ke kota kelahirannya di Banyuwangi. Sejak tahun 1992, Agus mulai peka melihat kenyataan sosial di tengah-tengah masyarakat Banyuwangi. Dengan hasil uang sebagai kenek PPD di Jakarta, Agus melanjutkan kuliah di IKIP PGRI Banyuwangi (1992), jurusan sejarah. Dalam perjalanan pendidikannya di perguruan tinggi, Agus Safari pernah menjabat Sekretaris Senat Mahasiswa IKIP PGRI Banyuwangi (1993). Semasa itu, ia aktif sebagai aktivis mahasiswa yang tampil di tengah-tengah ketimpangan masyarakat, di mana rezim Orba masih berkuasa.
Pada 1995, Agus menjabat sebagai Presidium Senat Mahasiswa se-Jawa Timur di Universitas Bangkalan, Madura (sekarang Universitas Trunojoyo). Agus memimpin sidang Senat Mahasiswa se-Jawa Timur dalam rangka menghadirkan Sri Bintang Pamungkas dan Adnan Buyung Nasution dalam sebuah kegiatan ilmiah mahasiswa dalam kampus. Ia juga pernah ditahan selama 10 hari di Polda Jatim atas tuduhan melakukan aksi mahasiswa yang menghadirkan dua tokoh kontroversial di masa Orba itu tanpa ijin dari aparat keamanan.
Sejak SMA, Agus Safari adalah aktivis sejumlah organisasi kepemudaan, di antaranya AMPI, FKPPI (1989-1991), dan Kepramukaan (1986 sampai sekarang).
Agus menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1997. Selepas mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, Agus mengabdikan diri pada sejumlah sekolah swasta SD, SMP, dan SMA Islam Al-Khairiyah, SMP PGRI I, STM PGRI I, STM Pradana, SMP Al-Irsyad Banyuwangi.
Karena kecenderungan Agus pada wilayah politik, maka Agus Safari berhenti mengajar selama dua tahun. Dalam waktu dua tahun itu, Agus pernah aktif di lembaga underbouw sebuah partai politik, PPP, ia terpilih sebagai ketua GPK (Gerakan Pemuda Ka’bah) pada tahun 1998 sampai 2002. Pergumulannya di dunia politik, membawa Agus menjabat ajudan Calon Gubernur Jatim, Brigjend (Purn) TNI AD, Abdul Kahfi-Ir. H. Ridwan Hisyam yang dicalonkan dari PKB pada tahun 2002. Setelah kegagalan Calon Gubernur Jatim tersebut, Agus kembali ke Banyuwangi dan menekuni sebuah lembaga swadaya masyarakat, yakni Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Politik Lokal Banyuwangi. Agus Safari aktif melakukan kajian dan analisa kebijakan publik dan politik lokal Banyuwangi. Tulisan-tulisannya dimuat di Radar Banyuwangi. Pada akhir tahun 2003, Agus Safari mengikuti tes CPNS daerah di Banyuwangi, pada Sabtu 22 Nopember 2003, dan lulus tahap pertama ujian tulis. Pada tanggal 3 Desember 2003, Agus mengikuti ujian Psikotes, dan dinyatakan lulus kembali. Pada 19 Januari 2004, berdasarkan SK Bupati, Agus dinyatakan resmi sebagai CPNS Pangkat Penata Muda Golongan III/a untuk melaksanakan tugas sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Giri. Empat bulan kemudian, Agus Safari ditarik atau diberi tugas di kantor Pemda pada Bagian Umum sebagai Ajudan Bupati Banyuwangi, Ir. H. Samsul Hadi (2004-2005).
Pada tahun 2006, Agus kembali melaksanakan tugas sebagai Guru Madya di SMP Negeri I Giri, terhitung sejak 2 Januari 2006. Sejak itu pula, Agus kembali menekuni dan berkonsentrasi pada dunia pendidikan dengan segala dinamikanya.
Agus menikah pada tahun 1997 di usia 28 tahun. Agus menikahi seorang gadis lulusan Pondok Pesantren, Denanyar, Jombang, bernama Ilmi Nafi’ah. Empat tahun setelah pernikahannya tersebut, pada tahun 2001, Agus Safari dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Muhammad Farodis Azhari. Setahun kemudian, dia kembali dikarunia anak perempuan diberi nama Nila Ayu Rahmani.
Kini Agus tinggal di Banyuwangi dan terus aktif dalam dunia pendidikan di Banyuwangi.


Guru, Moralitas dan Profesi

Oleh: Agus Safari, S. Pd

Banyuwangi tidak terlepas dari kondisi global, di mana ruang dan waktu sudah sangat sempit. Banyuwangi secara geografis mendapatkan perhatian yang cukup istimewa, berada di antara selat Bali dan laut internasional, serta merupakan wilayah yang menjadi urat nadi transportasi Jawa-Bali, dan dinamika masyarakatnya yang majemuk dengan jumlah jiwa hampir 2 juta orang. Sedangkan jumlah guru di Banyuwangi kurang lebih mencapai 10 ribu orang. Sebuah angka yang cukup fantastik. Tentu saja, dengan melimpahnya tenaga pendidik di Banyuwangi, akan melahirkan out put (peserta didik) yang juga berkualitas. Namun pada kenyataannya, hal itu berbanding terbalik. Tingginya kuantitas guru di Banyuwangi, ternyata tidak diimbangi oleh tingginya kualitas guru, terutama pada tingkat profesionalitas guru dan moralitas seorang pendidik. Kita hari ini boleh berandai-andai adanya sesosok pendidik yang sejati. Namun kita tentu tidak akan berpaling dari kenyataan yang ada.

Profesionalitas lalu pada gilirannya adalah kapabilitas seorang pendidik serta moralitasnya, merupakan harga dan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Di dunia ketiga ini (negara-negara berkembang), keberadaan seorang guru sangat menjadi sebuah kebutuhan yang vital. Di negara-negara maju, seorang guru dituntun profesionlitas, kapabilitas, dan integritasnya. Sebuah keharusan yang memang menjadi wajib. Di tengah perubahan waktu, di mana teknologi informasi dan komunikasi semakin pesat, guru-guru kita di sini seolah pun terseret masuk ke dalam hiruk pikuknya. Integritas dan moralitas guru pun dipertaruhkan.

Guru dan Kontraproduktif

Ratusan guru melakukan demo di depan Pemkab Banyuwangi. Guru memperjuangkan hak-haknya dan melakukan protes terhadap bupati Banyuwangi. Dua sisi yang cukup menyulitkan bagi guru-guru yang tergabung dalam PGRI itu. Satu sisi, guru harus konsisten dalam tugasnya, sisi yang lain ia harus menuntut hak-haknya yang mereka kira kurang atau tidak dipenuhi oleh Pemkab. Kalau para guru itu melihat siapa yang memegang kebijakan, maka guru-guru akan kesulitan mengajar. Aksi mogak mengajar yang dilakukan guru-guru, tentu merugikan para peserta didik dan masyarakat (wali murid). Hak para murid akan terkorbankan, hak masyarakat untuk mendapatkan pengajaran terhadap anak-anaknya pun terkorbankan, ini sungguh kontraproduktif. Mogok mengajar pun menyalahi PP 30 dan PP74 Tentang guru, dan UU Pokok-pokok Kepegawaian. Guru adalah sosok yang sangat mulia, dan tentu saja ia harus melakukan aksi-aksinya juga dengan cara-cara yang lebih elegan dan simpatik. Ini memang membutuhkan sebuah kearifan dan ketahanan diri, menghadapi pelbagai persoalan pelik. Tentu saja guru tidak sendirian, ada banyak wali murid, ada banyak hal-hal yang jauh lebih baik untuk bisa menyalurkan aspirasinya, dan semua pihak lebih mengedepankan kehendak untuk menemukan solusi, bukan permasalahan baru.

Dalam sebuah filosofi Jawa, kita kenal istilah “Guru digugu lan ditiru”. Guru adalah sosok yang diperhatikan nasehatnya dan diteladani segala tindakannya. Nilai-nilai luhur ini merupakan sebentuk gambaran riil sosok seorang guru di dalam membangun peradaban manusia. Ia adalah orang yang secara keilmuan memiliki kemampuan di bidangnya, dan secara sosial-psikologis ia hidup di tengah-tengah masyarakat dengan segala jati dirinya sebagai manusia yang mencerminkan nilai-nilai keluhuran dari ilmu yang dimilikinya.

Sering kita mendengar dan melihat berita tentang penyimpangan sikap guru. Di antaranya, ada berita, misalnya, guru memperkosa muridnya, guru wanita main selingkuh dengan wartawan, guru melakukan korupsi, ada juga guru yang nekat melakukan bunuh diri, pengguna dan pengedar narkoba, dan masih banyak lagi yang terkesan tidak masuk akal jika dilakukan oleh seorang guru. Kita boleh cemas, tetapi kita juga tidak boleh kehilangan harapan. Kenapa demikian? Karena sebagaimana telah disinggung pada awal tulisan ini, bahwa guru juga adalah manusia biasa yang juga masuk dalam pusaran waktu, dalam sebuah ruang waktu yang telah digerus oleh dahsyatnya globalitas dan lalu lintas budaya. Ketahanan mental dan keimanan seseorang, paling tidak di negeri timur ini, menjadi taruhan. Facebook, internet, dan masih banyak lagi teknologi informasi dan komunikasi yang menguasai segenap sektor kehidupan, memberikan peluang kepada siapa pun, termasuk guru, ikut ambil bagian di dalamnya. Dulu peluang untuk korupsi sangat kecil, karena mungkin kucuran dana dari pemerintah ke sekolah-sekolah tidak sebesar sekarang. Tetapi saat ini, peluang untuk korupsi sangat mudah dilakukan oleh oknum guru, misalnya banyak kasus BOS yang menjerumuskan guru ke dalam sel.

Lalu bagaimana kita mengatasinya? Tidak lain, kembali kepada persoalan pendidikan dan penghayatan budi pekerti. Ini pun harus dihayati oleh para guru beserta para muridnya. Menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan keluhuran budi adalah sesuatu yang sangat penting dibandingkan sekadar pengetahuan yang ditransfer ke dalam otak para peserta didik. Guru tidak hanya sebagai “mesin pengajar”, tetapi ia adalah seorang pendidik yang dengan integritasnya ia mendidik murid-muridnya dengan tingkah laku yang mulia. Kebiasaan dan budaya yang baik, memang diawali dari lingkungan sekolah. Pembebasan pola berpikir dan metode belajar-mengajar perlu dilakukan, namun tetap tidak meninggalkan batas-batas etika di dalam sebuah tindakan hidup. Ini menjadi sesuatu yang begitu dibutuhkan jika kita hendak membangun perabadan yang baik, menakar kualitas guru yang mumpuni, yang benar-benar “digugu lan ditiru”.

Paulo Friere, seorang filosof pendidikan berkebangsaan Brazil, menerapkan sebuah formula proses belajar-mengajar yang terbebaskan, yakni pendidikan kerakyatan yang bertujuan untuk memperluas cakrawala pendidikan yang tidak terhegemoni oleh sistem pendidikan yang sama sekali tidak berpihak pada kebebasan manusia. Namun, Friere dalam hal ini, menggariskan bahwa kebebasan yang diformulasikan adalah kebebasan beranalogi serta berlogika di dalam menyerap pelbagai ilmu pengetahuan dengan matang dan aplikatif. Kematangan dan kebebasan berpikir serta kehendak melahirkan peserta didik yang cemerlang, tidak serta merta menghilangkan ikatan sosial, budaya, dan kepercayaan (agama). Dalam pikiran Paulo Friere, justru pola dasar dari suatu pembebasan itu terletak dalam ikatan sosial-budaya serta agama di mana suatu proses pendidikan itu dijalankan.

Melihat persoalan ini, ada hal-hal yang perlu kita lakukan di Banyuwangi. Yakni, sejak dini kita harus menyusupkan lebih dari 50% pendidikan etika dan moralitas, agama dan budi pekerti. Mungkin secara teknis, sekolah-sekolah kita dapat melakukan kegiatan rutin berupa pembinaan mental dan rohani yang diikuti oleh para murid dan guru-gurunya. Adanya komunikasi secara intensif antara guru dan wali murid, antara guru dan muridnya, dengan membiasakan melakukan sebentuk kegiatan silaturahmi atau “home visit”. Di samping itu, menanamkan pengetahuan moral dan agama secara mendalam, serta mengaktifkan pelbagai kegiatan yang positif di sekolah.

Akhirnya semua tidak akan bisa diatasi tanpa peran semua pihak di dalam kehendak bersama demi kebaikan suatu generasi dan para pendidiknya. Ini adalah tantangan yang kita hadapi hari ini.

Banyuwangi, 14 Pebruari 2010

Kisi-kisi Soal IPS Terpadu 8 Semester 1

PENYEBARAN BUTIR SOAL

Jenis Sekolah
:
SMP ( SMP NEGERI 4 BANYUWANGI )
Jumlah Soal
:
35
Mata Pelajaran
:
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Semester
:
1 ( SATU )
Kurikulum
:
KTSP
Tahun Pelajaran
:
20010/2011
Kelas
:
8 ( DELAPAN )
Penyusun
:
AGUS SAFARI, S.Pd

No
Kompetensi
Dasar
Materi
Jumlah soal tes tulis
Jumlah soal
Praktik
PG
Uraian
1
Mendeskripsikan Kondisi Fisik Wilayah dan Pendudul
  • Letak Geografis Indonesia ( Posisi Geografis dan Letak Geografis )
  • Kaitan Letak Geografis dengan Iklim dan Waktu di Indonesia
  • Musim di Indonesia
  • Persebaran Flora dan Fauna Indonesia dan Kaitannya dengan Pembagian Wilayah Wallacea dan Weber
  • Persebaran Jenis Tanah di Indonesia. Pemanfaatan Berbagai Jenis Tanah di Indonesia
1

     1







    1


2
Mengidentifikasi Permasalahan Kependudukan dan Upaya Penanggulangannya
  • Faktor yang Mempengaruhi      Pertumbuhan Penduduk
  • Angka Kelahiran dan Angka Kematian dan Cara Menghitungnya
  • Kepadatan Penduduk dan Cara Menghitungnya
  • Piramida Penduduk In donesia
  • Cara Menghitung Sex Ratio dan Beban Ketergantungan
  • Angka Usia Harapan Hiidup
  • Ledakan Penduduk Dan Upaya Mengatasinya
  • Membuat Peta, Tabel dan Grafgik Kependudukan
  • Dampak Positif dan Negatif Migrasi dan Usaha Penanggulangan Dampak Negatif Migrasi
1












    1

3
Mendeskripsikan Permasalahan Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya Dalam Pembangunan Berkelanjutan
  • Lingkungan Hidup dan Pelestariannya : Unsur-unsur Lingkungan Abiotik, Biotik, dan Sosial Budaya
  • Arti Penting Lingkungan Bagi Kehidupan
  • Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup dan Faktor Penyebabnya
  • Hakekat Pembangunan Berkelanjutan
  • Ciri-ciri Pembangunan Berkelanjutan
  • Penerapan Pembangunan Berkelanjutan di Wialayah Sekiitar





1



\
4

Mendeskripsikan Permasalahan Kependudukan dan Dampaknya Terhadap Pembangunan

  • Permasalahan Penduduk Indonesia ( Kuantitas dan Kualitas)
  • Dampak dari Peramsalahan Penduduk Terhadap Pembangunan


1

1


5
Menjelaskan Proses Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat, serta Pengaruh yang Ditimbulkannya di Berbagai Daerah
  • Kebijakan-kebijakan Pemerintah Kolonial
  • Penmgaruh Yang  Ditimbulkan oleh Kebijakan-kebijakan Pemerintah Kolonial di Berbagai Daerah
  • Bentuk-bentuk Perlawanan Rakyat dalam Menentang Kolonialisme Barat di Berbagai Daerah
  • Daerah-daerah Persebaran Agama Nasrani



1


1

1
1

6
Menguraikan Proses Terbentuknya Kesadaran Nasional, Identitas Indonesia, dan Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia
  • Perkembangan Pendidikan Barat dan Perkembangan Pendidikan Islam Terhadap Munculnya Nasionalisme Indonesia
  • Peranan Golongan Terpelajar, Profesional dan Pers Dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia
  • Perkembangan Pergerakan Nasional dari yang Bersifat Etnik, Kedaerahan, Keagamaan sampai Terbentuknya Nasionalisme Indonesia
  • Peran Manifesto Politik 1925, Kongres Pemuda 1928 dan Kongres Perempuan Pertama dalam Proses Pembentukan Identitas Kebangsaan Indonnesia
1


1



1


1


7
Mengidentifikasi Berbagai Penyakit Sosial ( Miras, Judi, Narkoba, HIV/AIDS, PSK, dsb.) Sebagai Akibat Penyimpangan Sosial dalam Keluarga dan Masyarakat
  • Pengertian Penyimpangan Sosial
  • Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial dalam Keluraga dan Masyarakat
  • Contoh Penyimpangan Sosial dalam Keluarga dan Masyarakat
1
1



1

8
Mengidentifikasi Berbagai Usaha Pencegahan Penyimpangan Sosial dalam Keluarga dan Masyarakat
  • Akibat Penyimpangan Sosial dalam Keluraga dan Masyarakat
  • Faktor-fakator Penyebab Terjadinya Penyimpangan Sosial dalam Keluarga dan Masyarakat
  • Upaya-upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial dalam Keluarga dan Masyarakat


1


1


9
Mendeskripsikan Hubungan Antara Kelangakaan Sumber Daya dengan Kebutuhan Manusia yang Tidak Terbatas
  • Kerlangkaa Sumber Daya Ekonomi
  • Usaha-usaha Manusia dalam Mengatasi Kelangkaan, Memanfaatkan Sumber Daya yang Langka
  • Kebutuhan Manusia yang Tidak Terbatas
  • Faktor-faktor Penyebab Kebutuhan Manusia Beranekaragam
  • Menentukan Skala Prioritas dari BerbagaiJenis Kebutuhan
  • Pengertian dan Macam-macam Alat Pemenuhan Kebutuhan

1




1

1




    1



    1

10
Mendeskripsikan Pelaku Ekonomi : Rumah Tangga, Masyarakat, Perusahaan, Koperasi dan Negara
  • Pelaku Ekonomi
  • Hubungan Para Pelaku Ekonomi
  • Pokok-pokok Koperasi Indonesia
  • Pendirian Uusaha Koperasi
  • Tata Cara Mendirikan Koperasi


1
1




11
Mengidentifikasi Bentuk Pasar Dalam Kegiatan Ekonomi Masayarakat
  • Pengertian, Fungsi dan Peranan Pasar Bagi Masyarakat
  • Syarat-syarat Terjadinya Pasar
  • Macam-macam Pasar dan Contoh-contohnya
  • Perbedaan Pasar Konkrit dan Pasar Abstrak
  • Demonstrasi Jual Beli  di Pasar
1

1
1

1


Jumlah soal
30
5







KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis Sekolah
:
SMP ( SMP NEGERI 4 )
Jumlah Soal
:
30
Mata Pelajaran
:
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Bentuk Soal/Tes
:
Pilihan Ganda
Kurikulum
:
KTSP
Penyusun
:
AGUS SAFARI, S.Pd
Kelas
:
8 ( DELAPAN )
Alokasi Waktu
:
60 menit
                             
No.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Kls/
smt
Materi
pokok
Indikator soal
Nomor
soal
1
2
3
4
5
6
7
1
Memahami Permasalahan Sosial Berkaitan dengan Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Mendeskripsikan Kondisi Fisik Wilayah dan Pendudul
VIII/1
1.Letak Geografis Indonesia ( Posisi Geografis dan Letak Geografis )
2.Kaitan Letak Geografis dengan Iklim dan Waktu di Indonesia
3..Musim di Indonesia


4.Persebaran Flora dan Fauna Indonesia dan Kaitannya dengan Pembagian Wilayah Wallacea dan Weber
5.Persebaran Jenis Tanah di Indonesia. Pemanfaatan Berbagai Jenis Tanah di Indonesia
Menunjukkan letak geografis Indonesia




Menganalisis hubungan posisi geografis dengan perubahan musim di Indonesia


Mengidentifikasi Penyebab Terjadinya Perubahan Musim dan Menentukan Bulan Berlangsungnya Musim Hujan dan Musim Kemarau di Wilayah Indonesia














































Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.