Rabu, 08 Desember 2010

Gerakan Pramuka di Banyuwangi di Tengah Degradasi Moral Generasi Muda (Sebuah Refleksi Hari Ulang Tahun Gerakan Pramuka Ke-48)


Oleh: Agus Safari, S.Pd *)

PADA pertemuan pembina pramuka,
penulis pernah berkelakar, andai saja Gerakan Pramuka jadi 'partai politik' barangkali dapat memenangkan Pemilu atau Pilkada. Alasan saya sederhana, lantaran secara keanggotaan semua orang sudah pernah menjadi pramuka dan merasakan betapa kegiatan pramuka penuh nuansa 'ikhlas bakti bina bangsa berbudi ‘bawa laksana'.

Sudah saya tebak sebelumnya, bahwa ide guyon tersebut tidak mendapat sambutan. Semua pembina pramuka yang hadir menyatakan tidak sependapat dengan apa yang penulis lontarkan. Bahkan ada yang menangggapi serius berdirinya pramuka bukan untuk menyusun kegiatan yang menjurus ke partai politik, namun lebih terfokus kepada pembinaan generasi muda.

Dalam benak, 'umpan saya terpancing'. Apa yang penulis lontarkan sebenarnya hanya sebuah pencerahan pemikiran lantaran sudah lama steakholders pramuka hanya berpandangan homogen. Tidak pernah ada dinamika pemikiran yang merupakan refleksi dari perlunya pramuka untuk berwawasan ke depan memikirkan negeri Indonesia.

Dalam kondisi negara yang tidak menentu, apa yang dilakukan pramuka cenderung sama dengan kondisi negara sebelumnya. Simak saja, pelbagai kegiatan pramuka dari siaga, penggalang, penegak/pandega, dan pembina selalu menampilkan aktivitas yang monoton. Para pembina pramuka hanya berpikir kegiatan Pesta Siaga, Jambore, Raimuna, dan Karang Pamitran dari zaman dulu sampai sekarang tanpa memiliki dinamika aktivitas yang heterogen.
 
Secara konsep, sebenarnya tidak ada orang yang meragukan organisasi yang berlambang tunas kelapa tersebut. Hal ini lantaran keberadaannya cukup terbukti mampu mengakomodasi kekuatan dan aktivitasnya cenderung 'baik'. Hampir tidak pernah ada berita di media mengenai tindak kejahatan dan kriminal yang berlabel pramuka.

Yang menjadi bahan renungan barangkali, bukankah para pelaku tindak kejahatan tersebut ketika sekolah juga pernah menjadi anggota pramuka? Nilai apakah yang mereka serap dan teladani dari kegiatan pramuka? Bukankah pramuka selalu berkampanye dengan untaian lagu: 'pramuka siapa yang punya, pramuka siapa yang punya, pramuka siapa yang punya, yang punya kita semua'. Kata 'kita', yang dimaksud adalah seluruh bangsa Indonesia.

Konsekuensi logis dari lagu tersebut adalah rasa 'handarbeni' terhadap Gerakan Pramuka sehingga segala pikiran, ucapan, dan tindakan senantiasa berpedoman pada Tri Satya dan Dasa Darma. Realitas di lapangan belum sepenuhnya anggota Gerakan Pramuka mengamalkan nilai-nilai luhur tersebut karena tidak dilandasi dengan sikap ikhlas 'bakti bina bangsa berbudi bawa laksana'.
 
Lihat saja tayangan iklan di televisi dengan setting pramuka yang memamerkan produk sepatu terkenal, tanda-tanda/atribut pramuka yang dikenakan tidak benar, seperti pemasangan tanda pelantikan pramuka 'laki-laki'. Hal serupa juga terulang pada penayangan sinetron Bidadari-Bidadari dan acara lawakan yang perankan oleh Unang, yang mengambil setting kegiatan pramuka beberapa waktu yang lalu. Ternyata pengakuan mereka, mereka tidak tahu dan bahkan tidak kenal dengan Pramuka. Ironis, bukan?

***
           
Gerakan Pramuka di Banyuwangi, sebagaimana di daerah-daerah yang lain, tetap saja menunjukkan sebuah gejala deteroiratif. Artinya, terjadi penurunan minat dan bakat pemuda terhadap gerakan kepanduan ini. Hal ini tak lain, dikarenakan setiap kegiatan di dalam Pramuka selalu bersifat monoton, formal, dan terkesan mengedepankan kecakapan fisik serta terlampau eksklusif. Sehingga tidak heran bila para pemuda sangat alergi terhadap Pramuka, bahkan terkadang selalu menjadi bahan ejekan, muncul celetuk-celetuk yang celutak dari mereka, misalnya: “Hari gini masih Pramuka?”, atau “Pramuka? Gak Gaul! Kuno!”. Para muda itu lebih menyukai kegiatan musik, seperti drum band, band, bahkan lebih menyukai kegiatan yang bersifat menantang seperti Pecinta Alam, sepak bola, atau bela diri. Hal ini wajar saja. Karena para pengelola Gerakan Pramuka di Banyuwangi, belum bisa menciptakan sebuah langkah “revitalisasi” yang dicanangkan presiden SBY tahun 2006, atau Gerakan Pramuka yang dilaksanakan belum mencerminkan renovasi kreatif dari Gerakan Pramuka itu sendiri, hal ini dikarenakan tidak maksimalnya pendanaan terhadap gerakan Pramuka di Banyuwangi.

Namun secara kreatif dan inovati,f Andalan Cabang Gerakan Pramuka Banyuwangi sejak awal mulai pencanangan Revitalisasi Gerakan Pramuka (Tahun 2006 ) sebagaimana yang diintruksikan oleh Presiden RI, SBY, telah melakukan serangkaian gerakan revitalisasi. Ini dilakukan dengan melaksanakn Revitalisasi internal Gerakan Pramuka dengan menyusun organisasi di Kwartir Ranting Gerakan Pramuka dan Gugus Depan yang diwarnai oleh kegiatan-kegiatan kepramukaan, seperti: PIK KRR (Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja) Wijaya Kusuma, yang merupakan pendidikan seks dini serta bahaya seksual sesuai dengan perkembangan jaman, Brigade Penolong merupakan tim penolong apabila terjadi bencana alam sudah terbentuk, hal ini sesuai dengan kondisi geografis Banyuwangi yang terletak di antara gunung dan pantai Selat Bali, juga pernah diterjunkan sebagai regu penolong bencana banjir di Kab. Situbondo beberapa waktu yang lalu, dan Korp Musik Praja Muda Karana sebagai wadah kreartivitas bermain musik. Hal itu merupakan wujud langkah nyata dari Revitalisasi Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Banyuwangi. Ini dilakukan dengan misi, agar generasi muda kita tidak pengalami degradasi semangat Gerakan Pramuka. Langkah-langkah ini, tentu saja harus didukung oleh pemerintah Kab. Banyuwangi, baik berupa penyediaan fasilitas, pengerahan dana, dan pemantapan Gerakan Pramuka lewat pendidikan Pra Bela Negara.

Pendidikan Pra Bela Negara yang tepat, tentunya menggunakan sistem pembelajaran constructive and active learning, yang berarti serangkaian aktivitas belajar dibuat sehingga para peserta mampu secara otomatis mengetahui apa itu wawasan kejuangan, kebangsaan dan nusantara tanpa diberitahu oleh penyelenggara. Berbeda dengan passive learning seperti model perkuliahan di ruangan yang menuangi peserta bagaikan sebuah teko (guru) berisi air penuh mengalirkan air ke gelas (murid) yang kosong. Ini namanya spoonfeeding. Tak akan berhasil mencapai sasaran pembelajaran, yakni nasionalisme. Proses ini pun memerlukan revitalisasi.

Secara teknis, barangkali Pramuka perlu
memasukkan kegiatan-kegiatan yang bersifat kreatif, inovatif, dan edukatif. Misalnya musik, kecakapan berorasi, kecakapan seni, mencintai alam dan lebih mengedepankan pola eksplorasi kreatifitas daripada pola kecakapan fisik belaka. Dengan demikian, mungkin Pramuka dapat lebih diterima sehingga doktrin kepramukaan dapat tertanam di benak para pemuda kita. Inilah sebenarnya sebuah langkah inti dari sebuah revitalisasi.


Bagaimana mungkin Gerakan Pramuka akan menjadi efektif, berkualitas, produktif dan kreatif bagi kaum muda jika pendanaannya tidak ada atau tidak dilaksanakan prinsip metodik kepramukaan di dalam segala kegiatan Pramuka itu sendiri? Ini sebuah hambatan yang aktual. Dengan demikian, kita berharap agar pemerintah sesegera mungkin merealisasikan perhatiannya, baik berupa pengucuran dana maupun perhatian yang lebih bersifat akomodatif demi perkembangan Gerakan Pramuka di Banyuwangi, yakni sebuah gerakan yang lebih inovatif, kreatif, produktif dan efektif.

Sesuai dengan tema Hari Ulang Tahun ke-48 Gerakan Pramuka: "Tingkatkan Peran Gerakan Pramuka dalam Membangun Karakter dan Kepemimpinan Bangsa." Sejujurnya, konsep "ikhlas bakti bina bangsa berbudi bawa laksana", sangatlah cocok untuk negeri Indonesia, bukan 'ikhlas harta demi kedudukan'. Hal menarik dari konsep tersebut semata-mata mengajak seluruh komponen bangsa agar memberikan setitik bakti untuk negeri ini, senantiasa teguh pada pendirian, dan menepati apa yang dikatakan. Hal ini tertuang dalam Dasa Dharma ke-10, yang berbunyi: "Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan" Yang harus dibarengi dengan hati yang ikhlas. Dalam membangun karakter kepemimpinan bangsa yang ideal, maka konsepsi di atas adalah sesuatu yang mendasar. Dalam etika Jawa dikenal satu ungkapan yang berbunyi "sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali", yang dapat dimaknai bahwa seorang pemimpin haruslah konsekuen untuk mewujudkan apa yang telah diucapkan. Kristalisasi dari ungkapan itu adalah perlunya pemimpin memiliki sifat "bawa laksana". Dalam filsafat Jawa, seorang raja (dan tentunya, demikian pulalah seorang pemimpin) harus memiliki sifat "bawa laksana" disamping sifat-sifat baik lainnya. Ini tercermin dari ungkapan yang sering diucapkan Ki Dalang dalam setiap lakon wayang, yang berbunyi: "dene utamaning nata, berbudi bawa laksana" (sifat utama bagi seorang raja adalah bermurah hati dan teguh memegang janji).

Sifat 'bawa laksana' dianggap mempunyai nilai yang sangat tinggi, sehingga ia harus dimenangkan apabila terjadi benturan dengan nilai-nilai lain. Etika 'bawa laksana' mengandung nilai yang bersifat universal. Di mana pun dan kapan pun juga, sikap tersebut pasti diakui mengandung nilai filsafat yang baik dan perlu dipegang teguh oleh semua orang, tidak terkecuali para anggota pramuka.

Lantas, bagaimana dengan etika ‘bawa laksana’ pemimpin negeri ini yang penuh dengan kebohongan, korup, dan mengabaikan nilai-nilai kebangsaan? Tanpa memberi komentar yang berlebihan, masyarakat barangkali sudah dapat memberikan penilaian terhadap kinerja para pemimpin negeri ini. Bercermin pada perilaku pramuka yang kental dengan nuansa ikhlas bakti bina bangsa dan berbudi ‘bawa laksana’, agaknya dapat dijadikan pengobat kegelisahan negeri yang mendapat julukan zamrud katulistiwa. Gerakan Pramuka selayaknya menjadi pelopor perlunya merekatkan kembali nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme sebagai pondasi dasar membangun karakter bangsa, yang dalam istilah Ir. Soekarno, nasionalism caracter building. Ada beberapa langkah yang perlu ditempuh demi memaksimalkan tujuan ini:

Pertama; pertajam serangkaian kegiatan yang bernuansa patriotisme dan lingkungan sekitar secara spesifik dengan mengaktifkan kegiatan di Gugus Depan sebagai basis pembinaan generasi muda. Kegiatan bersifat menantang yang merupakan refleksi dari pentingnya kebersamaan perlu ditingkatkan lebih aplikatif sebagai wujud pengamalan Dasa Darma Pramuka. Misalnya; seluruh anggota pramuka melakukan gerakan penanaman pohon, yang tiap satu orang dibebani menanam tiga batang pohon. Bibit pohon dapat disediakan oleh pemerintah bekerjasama dengan Perhutani, ini akan mempermudah misi pemerintah, yakni “Banyuwangi Ijo Royo Royo” yang bermakna menghijaukan hutan, bukan disalahtafsiri dengan hanya menanam bunga di dalam pot.

Kedua; konsisten dan disiplin dalam menjalankan tugas sebagai internalisasi dari semboyan pramuka: "ikhlas bakti bina bangsa berbudi bawa laksana". Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas kegiatan bakti dan peduli, baik kepada sesama dan lingkungan sekitar sebagai bentuk pengamalan Dasa Darma ke-2, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.

Ketiga; mengamalkan nilai-nilai luhur Gerakan Pramuka dalam kehidupan sehari-hari dan responsif terhadap pelbagai fenomena yang terjadi di lapangan. Wujud nyatanya dengan berpikir, berucap, dan bertindak yang baik dalam selubung kehidupan yang pluralis. Selebihnya menindak-kritisi pelbagai gagasan-gagasan yang bersifat inovatif demi kemajuan pramuka ke depan.
 
Keempat
; senantiasa menjalin interaksi dan koordinasi dengan organisasi lain dalam upaya membangun negeri Indonesia. Hal ini didasari atas pentingnya kebersamaan selaras dengan pepatah: 'Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh'. Kebersamaan tersebut juga dapat menepis asumsi sementara orang bahwa pramuka adalah organisasi yang dijadikan 'anak emas' pemerintah.

Memandulah terus suatu saat akan kau temukan sesuatu yang indah! Dirgahayu Gerakan Pramuka! Semoga masih menjadi milik 'kita' semua sehingga mampu meningkatkan peran Gerakan Pramuka dalam membangun karakter dan kepemimpinan bangsa serta mengikat erat persatuan dan kesatuan demi masa depan bangsa tercinta yang dijalankan oleh manusia-manusia Indonesia yang memiliki karakter kebangsaan yang luhur. Semoga...

Banyuwangi, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar